
Merasa Bersalah
Rini  dikenal sebagai cewek penggoda lelaki dan tukang selingkuh kelas kakap.  Suatu hari, Rini pergi menemui seorang dokter spesialis kejiwaan untuk  berkonsultasi.
Ridi: Dokter, tolonglah saya.  Setiap kali saya melihat cowok ganteng dan tajir, saya selalu ingin  menggoda dan berselingkuh dengan mereka. Setelah perselingkuhan terjadi,  saya merasa bersalah dan menyesal sekali. Tolonglah saya Dokter.
Dokter: Saya paham. Anda pasti ingin insaf dan bisa bebas dari hasrat untuk menggoda pria lain dan berselingkuh dengannya kan?
Ridi: Bukan begitu Dok! Saya ingin dokter mengobati agar saya tidak merasa bersalah setelah melakukan perselingkuhan!
SELINGKUH
 
 
 
 “Tolong saya Dok,” kata Budi pada dokter.
“Apa yang bisa saya bantu?”, tanya dokter.
“Beberapa hari yang lalu, ketika  saya pulang dari kantor, saya menangkap basah istri saya sedang  berselingkuh dengan lelaki lain. Kemudian, saya mengambil pisau, terus  mengacungkannya kepada istri saya. Lelaki selingkuhannya itu berkata  bahwa percuma saya membunuh istri saya karena saya akan masuk penjara  dan tidak pernah lagi bisa bersama istri saya. Saya pun luluh. Kemudian,  lelaki itu mengajak minum kopi”.
“Lalu apa masalahnya?” tanya dokter.
“Dua hari kemudian, istri saya  melakukan hal yang sama dengan lelaki yang sama. Saya todongkan pisau ke  arah lelaki itu. Namun, sekali lagi ia membujuk bahwa kalaupun ia mati,  istrinya akan berselingkuh lagi dengan lelaki lainnya. Saya pun luluh  dan ia pun mengajak saya minum kopi.”
“Jadi, apa hubungan kedua cerita tadi dengan kedatanganmu ke sini?” tanya dokter.
“Tunggu Dok. Tadi pun saya  memergoki istri saya melakukan hal yang sama. Kemudian, saya mengancam  akan bunuh diri dengan pisau dapur. Sekali lagi, lelaki itu berkata  bahwa kalau saya mati akan rugi karena justru akan memberi peluang pada  istrinya untuk berselingkuh. Akhirnya, saya luluh dan sekali lagi ia  mengajak saya minum kopi”.
“Ok… tidak usah bertele-tele lagi, langsung ke pokok persoalan aja!” kata dokter yang terlihat mulai tidak sabaran.
“Yang ingin saya tanyakan Dok, apakah sering minum kopi itu bisa merusak kesehatan atau nggak seeh Dok?”
Prosesi Pemakaman Para Dokter
Pada  suatu hari, seorang dokter spesialis jantung meninggal dunia. Untuk  mengenang jasa-jasanya, teman-teman dokter di RS tempat almarhum  bertugas sepakat untuk membuatkan sebuah peti mati berbentuk jantung.  Dan, acara penguburan pun berjalan dengan khidmat.
Satu bulan berselang, seorang  dokter spesialis mata meninggal dunia. Seperti prosesi sebelumnya,  teman-teman dokter itu sepakat untuk membuatkan peti mati berbentuk  mata. Dan, prosesi penguburan pun berjalan dengan khidmat.
Setelah prosesi penguburan  selesai, seluruh keluarga dan teman almarhum meninggalkan areal  pemakaman. Namun, hanya satu orang saja yang masih merenung sendirian di  pinggir kuburan yang masih basah itu.
Akhirnya, salah seorang dokter  segera menghampirinya, menepuk pundaknya, dan berkata, “Sudahlah, kamu  mesti tabah. Saya mengerti, Almarhum merupakan sahabat karibmu di rumah  sakit! Pasti kamu sangat kehilangan dengan kepergian beliau!” “Bukan  itu… saya hanya memikirkan, bagiamana kelak kalau saya meninggal,” jawab  dokter spesialis penyakit kelamin itu sambil berlalu.
Jangan Tertawa
 
Suatu  hari, Hendra datang menemui dokter spesialis kelamin untuk  berkonsultasi. “Dok, saya punya masalah. Tapi… Dokter harus janji tidak  akan tertawa!” kata Hendra.
“Jangan khawtir…. Saya janji tidak akan tertawa, itu kan melanggar sumpah kedokteran,” jawab dokter.
Hendra  langsung menurunkan celananya. Kemudian, menunjukkan kelaminnya yang  kecil sekali, mirip seperti karet penghapus pensil 2B. Melihat itu,  dokter pun tidak kuat menahan tawa, sampai berguling-guling di lantai.  Kira-kira lima menit, baru dokter itu mampu menghentikan tawanya. “Maaf  Mas, saya kelepasan. saya janji tidak akan begitu lagi. Nah… sekarang  ceritakan permasalahan yang Mas alami?”
Hendra ngomong dengan nada sedih, “Dok… sudah tiga hari, bengkaknya tidak hilang-hilang….”
Hari “S”
Sepasang  pengantin baru mengalami gangguan kesehatan. Setelah diperiksa dengan  teliti, dokter menyimpulkan hal itu disebabkan karena frekuensi hubungan  intim yang terlalu tinggi. Kemudian dokter mengatakan, “Sebaiknya,  untuk sementara Anda berdua membatasi hubungan intim. Ya… setidaknya  tiga kali dalam seminggu. Untuk memudahkan mengingat, saya sarankan  untuk melakukan hubungan intim hanya pada hari yang berawalan dengan  huruf S, seperti hari Senin, Selasa, dan Sabtu!”
Pada minggu pertama dan kedua,  pasangan itu masih sanggup mengikuti saran dokter. Namun, pada minggu  ketiga, si suami tidak tahan lagi, ia pun mencumbui istrinya. “Ini hari  apa ini Mas?” tanya si istri. “Hari Sumat!” seru si suami.



 
 
 







 


 
0 komentar:
Posting Komentar